Tuesday, September 30, 2014

KHOTBAH KEBAKTIAN SEKTOR 30 SEPTEMBER 2014
Nats Alkitab   : Filipi 3:4b-14
(dikutip dari Forum Biblika)


Ayat 4. Paulus, untuk sesaat, menempatkan dirinya bersama dengan para lawannya untuk menunjukkan bahwa menurut patokan mereka sekalipun, dia memiliki alasan untuk menaruh pereaya pada hal-hal lahiriah (menafsirkan pepoithesis secara obyektif).

Ayat 5. Paulus mengemukakan bukti-bukti kebenarannya, Disunat pada hari kedelapan. Dia adalah seorang Ibrani tulen sejak lahir. Dia bukan seorang bukan Yahudi yang kemudian menjadi penganut agama itu, tetapi murni dari bangsa Israel. Sesungguhnya, dia merupakan anggota suku Benyamin yang dihormati sebab memberikan kepada Israel raja mereka yang pertama (Saul). Berbeda dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani (golongan Helenis), dia berasal dari keluarga Ibrani asli, yaitu keluarga yang tetap memelihara adat dan bahasa Ibrani (atau Aram). Sebagai tambahan terhadap kelebihan-kelebihan yang diperoleh sejak lahir ini, terdapat kelebihan-kelebihan yang berkenaan dengan pilihannya sendiri. Di dalam hubungannya dengan hukum Taurat dia adalah 
orang Farisi - "penganut yang penuh semangat dari tradisi Yahudi yang paling ketat".

Ayat 6. Kebenaran dalam menaati hukum Taurat. "Kebenaran" yang dicapai karena ketaatan kepada perintah-perintah yang bersifat lahiriah. Tidak bercacat. Sebuah pengakuan yang menakjubkan manakala diingat betapa rumitnya peraturan golongan Farisi ini dan juga 
pelaksanaan perintah-perintah Taurat (Mitsvot).


Dalam ayat empat Paulus menyamakan dirinya dengan orang-orang Yahudi Kristen yang suka menurut Taurat, dan memakai bahasa mereka.

Sebenarnya Rasul Paulus mempunyai dengan kelimpahan, dan lebih banyak daripada mereka, segala apa yang sedang mereka turut, yaitu syarat-syarat di luar saja. Di sini Rasul Paulus mulai memberitahukan apa yang dapat dibanggakannya kalau ia mau, yaitu kalau ia mau membanggakan perbuatannya di dalam tubuh. Tetapi dapat kita baca nanti bahwa semua itu dibuang oleh Rasul Paulus.

Paulus hanya mau bermegah dalam Kristus. Ia mau bersukacita dalam Kristus dan ini menjadi suatu tujuan tunggal bagi Paulus. Tujuan tunggal itu menghilangkan segala hal sayang diri sendiri dan bangga akan diri sendiri dan perbuatan amal-ibadah diri sendiri. Oleh karena Paulus telah membuang segala kebanggaan akan amal dan perbuatan diri sendiri, maka dengan itu ia meniadakan segala pengajaran orang-orang sesat yang ingin menambah-nambahkan syariat Taurat kepada pekerjaan Kristus.

Paulus mempunyai dua perkara, yaitu segala hal yang dituntut oleh orang Yahudi Kristen itu dan juga mempunyai segala sesuatu yang ada pada pihak orang yang percaya dan berdasarkan iman saja. Satu pihak dibuang sama sekali oleh Paulus dan yang lain dipegang teguh. Oleh karena itu, ia berhak memberitahukan dengan resmi kepada orang Filipi apa yang wajib mereka pegang dan apa yang wajib mereka buang.

Dalam Filipi pasal dua bisa kita ketahui bahwa ada tujuh perkara yang ditinggalkan Tuhan Yesus pada waktu Ia merendahkan diri-Nya, dan kemudian kedapatan tujuh perkara yang lebih indah dan lebih mulia. Pada Paulus juga ada tujuh perkara yang disebutnya kerugian. Orang Yahudi Kristen menyebut semua itu keuntungan baginya. Ketujuh kerugian yang dibuang oleh Rasul Paulus dibagi dalam dua bagian.


Dalam ayat lima kita dapati empat perkara yang diwarisi Paulus di luar kehendaknya sendiri. Empat perkara itu adalah :

1. Paulus disunat pada hari kedelapan yang menyatakan bahwa ibu bapanya bukan orang kafir dan juga bukan anak-anak Ismael.

2. Ibu bapa Paulus bukan orang yang memeluk agama Israel, tetapi mereka berasal dari bangsa Israel.

3. Nenek moyang Paulus keturunan bangsa Israel, dari suku Benyamin. Raja pertama Israel, Saul, adalah dari Suku Benyamin.

4. Maka ada juga orang Yahudi yang sudah mempusakai iman akan Taurat itu, tetapi kemudian mereka undur daripadanya dan menurut agama orang-orang kafir yang mengelilingi mereka itu. Nenek moyang Paulus tidak demikian karena mereka adalah orang Ibrani asli, yang berarti bahwa semua nenek moyang Paulus tidak tercampur dengan bangsa asing, dan mereka menganut agama Israel dengan teliti. Paulus dididik dalam bahasa Ibrani dan mengetahui bahasa itu. Juga Paulus tahu bahasa Yunani dan bahasa Aram (bahasa yang dipakai di Palestina pada waktu Tuhan Yesus hidup).


Sesudah Rasul Paulus mendaftarkan perkara-perkara yang telah dipusakainya dari nenek moyangnya, barulah ia menyebutkan tiga perkara yang berdasarkan perbuatan dan kegiatan diri sendiri :

5. Rasul Paulus boleh bangga oleh kare a Taurat dan sebab dahulu ia hidup sebagai seorang 
Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama Yahudi.

6. Tentang kegiatan ia adalah penganiaya jemaat yang paling giat. Pada waktu itu orang-orang Farisi membenci orang-orang Kristen dan selalu berusaha menganiaya mereka. Karena itulah Paulus pergi ke Damsyik untuk menganiaya orang-orang Kristen di sana. Segala perbuatan itu masih mengganggu ingatan Rasul Paulus sampai pada waktu ia sedang menulis surat kepada jemaat di Filipi. Walaupun demikian, Tuhan Allah telah menyatakan rahmat-Nya dan mengampuni Paulus dan mengubah dia dari penganiaya jemaat yang paling kejam menjadi pengabar Injil yang paling berani.

7. Tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat Rasul Paulus tidak bercacat. Kita harus ingat bahwa Rasul Paulus tidak bercacat menurut ukuran kebenaran Taurat, dan bukan menurut ukuran kebenaran Kristus. Tidak ada tuntutan Taurat yang tidak digenapi oleh Paulus. Tambahan pula, dengan giat ia telah menganiaya orang-orang Kristen.

Dalam penjelasannya itu, seolah-olah Paulus berkata bahwa jikalau orang-orang lain bangga atas perbuatan Taurat, ia terlebih lagi. Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan baginya, sekarang dianggapnya rugi karena Kristus. Memang ia perlu menyangkal semua itu, sebelum ia dapat mencapai kebenaran yang datang dari Kristus Yesus. Paulus mendapati bahwa semua yang dahulu merupakan keuntungan baginya sama sekali tidak berharga kalau dibandingkan dengan Kristus Yesus dan kebenaran-Nya. Karena nilai Kristus jauh lebih besar bagi Paulus, maka ia membuang semua yang lain itu. Semua itu terjadi pada waktu Rasul Paulus diselamatkan, yaitu pada waktu ia berjumpa dengan Tuhan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik. Paulus dahulu bangga atas ketujuh perkara yang sekarang sudah ditolaknya supaya ia mendapat tujuh perkara yang lebih indah lagi, yaitu:

1. Mendapat Kristus.
2. Kedapatan di dalam Kristus.
3. Mendapat kebenaran yang sungguh.
4. Mengenal Kristus dengan sungguh.
5. Mendapat kuasa kebangkitan Kristus.
6. Merasakan persekutuan dalam penderitaan Kristus.
7. Sampai kepada kebangkitan dari antara orang mati.



Tinjauan


Seandainya Rasul Paulus telah mengumpulkan segenap kebenaran Allah yang diilhamkan kepadanya dan mengemukakannya dalam suatu karangan Asas Pengajaran Kristen, maka di dalamnya kita tentu menjumpai pikiran orang yang mengasihi kebenaran dan menjumpai suatu pikiran yang tajam sekali. Akan tetapi dalam surat-surat Paulus terlihatlah seorang manusia yang seluruhnya dimiliki Kristus dan terlihat juga seorang pemimpin yang luar biasa. Teristimewa dalam Surat Filipi ini terdapat gambaran (potret) Rasul Paulus. Paulus memberikan kepada kita suatu gambaran dirinya sendiri, suatu tulisan tentang kehidupannya sendiri, atau dengan kata lain, suatu autobiografi seorang hamba Allah yang beralih kepada perkembangannya yang penuh (Ibrani 6: 1).

Dalam surat ini terlihat kehidupan Rasul Paulus yang dipersatukan dengan kehidupan seorang yang lain, yaitu Kristus yang lengkap itu. Kelihatan dalam surat ini kerinduan Rasul Paulus yang sangat dalam, yaitu kerinduan akan kesempurnaan Kristen. Rasul Paulus terlihat sebagai seorang yang tenang, tetapi masih mengusahakan diri. Ia terlihat sebagai seorang yang 'sempurna', tetapi menuju kepada kesempurnaan. Ia terlihat sebagai orang yang dipegang, tetapi ia masih mengusahakan diri untuk memegang. Menurut Injil yang diberitakan oleh Rasul Paulus orang wajib bersandar hanyalah dan semata-mata kepada iman akan Kristus yang disalibkan dan dibangkitkan. Apabila orang bersandar kepada suatu perbuatan amal-ibadah dirinya sendiri supaya ia diterima baik oleh Tuhan, maka hal itu tidak lain daripada suatu pekerjaan yang menghinakan Kristus.

Dewasa ini, adakah orang yang berharap kepada pekerjaan lain daripada pekerjaan Kristus? Ya, memang ada. Pekerjaan diri sendiri, amal perbuatan sendiri, dan kesombongan yang menyertainya sukar sekali dihilangkan atau dibinasakan. Sebab manusia suka merasa diri selamat dalam pekerjaannya sendiri dan itu mendatangkan suatu perasaan yang meninggikan diri di atas orang-orang lain. Seandainya keselamatan kita dapat direncanakan dengan mengerjakan ini dan tidak mengerjakan itu, maka manusia dapat sombong dan membesarkan diri sendiri sebab melakukannya. Tetapi Tuhan menuntut lebih daripada itu dari kita sekalian, hal yang sama juga diangkat Paulus dalam Kitab Roma, lihat Artikel 
MANUSIA DIBENARKAN HANYA OLEH IMAN (Roma 3:21-4:25)

Ada seorang profesor yang pernah berkata begini, "Dahulu saya juga banyak berpikir-pikir mengenai agama karena agama adalah suatu perkara yang besar lagi penting. Tetapi saya sibuk sekali dan tidak ada waktu untuk menyelidiki agama. Karena itu, saya menjadi seorang penganut Roma Katolik supaya tidak perlu lagi mengusahakan diri dalam perkara agama. Saya menyerahkan persoalan itu kepada Gereja Roma dan sekali setahun saya masuk dan menghadiri misa. Gereja mengerjakan semua untuk saya dan saya tidak usah lagi pusing kepala atau sibuk dalam perkara agama." Ya, dewasa ini banyak orang yang berpikiran demikian, tetapi Tuhan menuntut lebih daripada itu dari kita masing-masing. Perbuatan diri sendiri, bahkan perbuatan suatu gereja bagi kita, tidak membawa kita rapat kepada Tuhan, dan tidak membawa keselamatan kepada kita. "Barang siapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan" (I Korintus 1:31). Keselamatan kita adalah semata-mata karunia dari Tuhan.


Ada tiga sifat orang Kristen yang sungguh-sungguh :

1. Ia beribadah oleh Roh Allah, yaitu oleh Roh Kudus. Ibadah orang Kristen tidak berdasarkan syarat-syarat, melainkan berdasarkan pekerjaan dan dorongan Roh Kudus di dalam hati orang yang percaya. Rasul Paulus telah berkata, "Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan" (2 Korintus 3: 17). Orang-orang yang mengajarkan kepada kita supaya berharap dan mendasarkan ibadah kita atas syarat-syarat saja, yaitu peraturan-peraturan yang luar saja, maka mereka itu hanyalah pekerja sesat yang menipu kita, tidak lain dari anjing-anjing seperti disebutkan Paulus. Karena itu, hendaklah kita waspada dalam hal menurut syarat-syarat saja. Kita menyembah Tuhan dengan Roh dan kebenaran, bukan dengan syarat-syarat yang kelihatan saja.

2. Kita bersukacita dalam Kristus Yesus. Artinya, kita tidak bersukacita atas amal-ibadah atau perbuatan diri sendiri untuk mendapat keselamatan melainkan bersukacita di dalam Kristus atas segala pekerjaan-Nya yang mendatangkan keselamatan kepada kita.

3. Kita tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, tidak menaruh percaya pada perbuatan tubuh. Tubuh atau diri yang lama harus disalibkan. Perbuatan tubuh tidak lain daripada menaruh percaya pada diri sendiri dan perbuatan diri sendiri. Hal itu harus disalibkan kalau kita ingin mendapat kebenaran Kristus.


Perbuatan diri sendiri berdasarkan kesombongan, dan juga mendatangkan kesombongan dalam hati manusia. Sebelum Paulus menjadi orang Kristen, dalam hidupnya terlihat empat macam kesombongan :

1. Kesombongan karena keturunannya: "Orang Ibrani asli, disunat pada hari kedelapan" dll.

2. Kesombongan karena ia mentaati hukum Taurat dengan teliti, atau dengan kata lain, seorang yang "ortodoks", yang betul-betul taat kepada agama.

3. Kesombongan karena ia seorang yang giat dan berjerih-payah dalam menjalankan agamanya walaupun ia buta kepada hal ia menganiayakan orang Kristen dan merusakkan jemaat Tuhan.

4. Kesombongan karena kebenaran diri sendiri, Tetapi kebenaran itu berdasarkan Taurat saja, bukan kebenaran yang berkenan kepada Tuhan atau yang sampai kepada kebenaran Kristus. Kebenaran Paulus dahulu itu tidak menunjukkan kepadanya banyak kesalahan yang ada di dalam hatinya, misalnya kesalahan mengiakan hal Stefanus dibunuh karena agama. Rasul Paulus dahulu bermegah atas semua itu, tetapi semua itu tidak dibenarkan di hadapan Allah. Yang berkenan kepada-Nya hanyalah iman kepada Kristus dan kepada anugerah-Nya.

Kalau Kristus dinobatkan di dalam kita, maka barulah kehidupan kita berkenan kepada Tuhan. Banyak orang di dalam dunia ini yang tulus hatinya, tetapi tidak berbuat menurut kebenaran Allah. Dahulu dengan tulus hati Paulus menyangka bahwa ia berbuat menurut kebenaran walaupun ia menyetujui dan mengambil bagian da1am pembunuhan Stefanus. Ketulusan hati Paulus didasarkan atas kepercayaan yang salah, yang sangat disesalinya kemudian hari (lihat 1 Korintus 19:9; Galatia 13; 1 Timotius 1: 13). Menganut suatu kepercayaan atau suatu agama itu tidak benar. Kita harus mengasihi Tuhan kita Yesus Knstus dengan tulus ikhlas. Itulah kehidupan yang Tuhan ingin dapati di dalam kita. Kristus saja yang menyelamatkan kita dan Kristus saja yang memuas: kan hati kita. Kristus menjadi segala di dalam segala, memenuhi hati kita dengan segala sukacita, yang tidak dipahami dan tidak didapati oleh orang-orang lain. Kehidupan itu menjauhkan kita dari segala keduniawian dan perbuatan menaruh percaya pada pekerjaan jasmani saja. "Kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Roma 13:14).

Thursday, September 25, 2014

BAHAN SERMON  LS, CLS, MAJELIS GMI KASIH KARUNIA
JUMAAT 19 SEPTEMBER 2014


Nats Alkitab    : Filipi 2:1-13
Thema             : Bersatulah di Dalam Kasih Kristus
By                   : Rev. T.M. Karo-karo, STh, MA
(bisa dibaca di: gmikasihkarunia.blogspot.com)
I.       Pendahuluan
Paulus dengan bahasa yang sangat halus mengharapkan  jemaat di Filipi supaya melakukan beberapa hal yang sangat penting dalam persekutuan mereka: “sempurnakanlah sukacitaku dengan ini”
1.      Hendaklah kamu sehati sepikir/bersatu
2.      Rendah hati dengan menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri
3.      Jangan Egoisme, tapi perdulilah kepada yang lain.
Dalam hal semua ini Tuhan Yesus sebagai teladan yang telah mengosongkan diri, yang menganggap kesetaraannya  dengan Allah itu sebagai suatu yang tidak harus dipertahankan.

II.    Paulus Menginginkan Kesatuan
Pada hakekatnya gereja di Filipi sangat baik, ini terlihat dari banyaknya pujian yang diberikan Paulus pada mereka (bdk 1:5, 4:10, 14-18). Tetapi bagaimanapun juga ini bukan gereja yang sempurna, dalam gereja ini ternyata ada perpecahan (bdk 4:2).
Paulus bersukacita kalau gereja di Filipi bisa bersatu, orang Kristen yang sejati seharusnya “pembawa damai”, sehingga seharusnya senang kalau gereja bisa  bersatu. Tetapi anehnya ada orang-orang tertentu yang senang kalau melihat sesuatu gereja pecah.

III. Cara Bersatu
1.   Tidak mencari kepentingan diri sendiri  dan pujian yang sia-sia (ayat 3a)
Adanya keinginan untuk meninggikan diri sendiri, selalu menyebabkan timbulnya persaingan yang tidak sehat dan akibatnya timbul permusuhan. Demikian juga akan timbul kesombongan dan egoisme---cara untuk bersatu seperti yang diharapkan adalah menjauhkan sikap ini dari dalam diri kita. Menjauhkan diri kita dari mementingkan diri sendiri, kepentingan bersama harus selalu diutamakan.

2.   Rendah hati dan menganggap orang lain lebih baik dari kita. (ayat 3b)
Kalau kita berusaha untuk bersatu, maka kita berusaha mendekat satu sama lain. Tetepi ini bisa membuat kita makin melihat kejelekan saudara seiman kita sehingga bisa menyebabkan kita bahkan makin tidak senang kepada saudara seiman kita. Karena itu ayat 3b ini penting sekali, kita harus menganggap saudara seiman kita lebih baik dari diri kita sendiri dalam segala hal, dalam hal ini hendaknya mata kita bisa melihat kelemahan diri kita sendiri dan selalu memperhatikan kebaikan orang lain, cara berpikir sedemikian akan menjauhkan kita dari sikap “memuji diri sendiri”.

3.   Jangan hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (ayat 4)
Intinya jangan egois, tetapi perdulilah kepada orang lain juga di dalam segenap hidupmu, karena kita ditetapkan harus hidup di dalam kebersamaan.

4.   Meneladani Yesus (ayat 5)
Kita hanya bisa sehati, sepikir dan seperasaan dengan Yesus kalau kita banyak bersekutu dengan Dia. Oleh sebab itu sediakan senantiasa waktu kita untuk bersekutu dengan Dia.

IV. Teladan Yesus Kristus
Dalam semuanya ini teladan Yesus Kristus adalah hal yang luarbiasa yang bisa kita terapkan. Dia yang berkuasa mengosongkan diri (ber-kenosis), tidak memperhitungkan kuasaNya itu, tapi Ia tetap dalam tugas yang diembankan Bapa kepadaNya. Dia taat menjadi seperti tidak berkuasa, walau menderita, mati Dia tetap rendah hati.
Teladan seperti inilah yang harus dipraktekkan oleh pemimpin Kristen dan bahkan semua orang beriman sehingga segala sikap : mementingkan diri sendiri (egoism), tinggi hati, ketidak perdulian kepada sesame bisa pupus dari dalam hidup kita. Sole Deo Gloria!





Wednesday, September 3, 2014

KHOTBAH PADA KEBAKTIAN PWMI KASIH KARUNIA
KAMIS 04 SEPTEMBER 2014
“PRIORITAS YANG BENAR”
Nats  Alkitab  : Kolose 3:1-4
by rev. T.M. Karo-karo,STh, MA

       I.            Pejelasan Nats
Paulus menekankan kepada Jemaat yang ada di kota Kolose agar kesatuan dengan Kristus  membuat motivasi yang benar di dalam tujuan hidup. Karena di dalam hidup dimanapun kita diberikan kesempatan untuk memilih, pilihan kita tergantung dari tujuan/motivasai yang ada dalam pikiran kita. Atau adakan hati pikiran kita dipengaruhi oleh kehendak Kristus yang telah menyelamatkan kita atau dipengaruhi oleh perkara-perkara dunia ini. Sehingga di dalam Kolose 3:2 Paulus berkata : “Pikirkanlah perkara yang di atas bukan yang di bumi”.
    II.            Prioritas Yang Benar
John Wesley menjelaskan bahwa dalam hidup beragama kita harus berdasarkan pada 3 hal; yaitu Alkitab (Bible), Dogma, rasio (intelektual). Penekanan saya pada saat ini adalah tentang penekanannya terhadap Ratio. Ini jelas sekali berhubungan dengan Kolose 3;1-4 ini, artinya Tuhanlah yang memberikan “pikiran” kepada kita oleh sebab itu mari kita mempergunakan pemberiaan Tuhan ini dengan benar dan sesuai dengan rencanaNya.
Dalam Ayat kita ini ada dua pilihan “pikiran”  yang saling kontradiktif yakni “perkara yang di atas” versus “perkara yang di bumi”.
1.      Perkara yang di atas
Mencari hal-hal di atas berarti kamu berpikir tentang hal-hal di atas. Hal-hal di atas di sini kontras dengan hal-hal di bumi. Hal-hal di atas berarti hal-hal tentang Sorga tempat Kristus duduk di sebelah kanan Allah. Hal-hal tentang Sorga berarti hal-hal kebajikan yang sesuai dengan kehendak Allah.
Jika kita telah memiliki hidup baru, respon kita adalah mencari dan memikirkan hal-hal tentang Sorga yang mendatangkan kesenangan bagi Allah. Mencari dan memikirkan berarti mengarahkan segenap roh dan jiwa kita pada kehendak Allah. Artinya di sini roh dan jiwa yang baru diarahkan pada Sorga sehingga tubuh jasmani kita melakukan keinginan-keinginan sorga yang mendatangkan kesenangan bagi Allah. Roh dan jiwa kita baru sehingga kita punya pikiran, perasaan, dan kehendak baru yang selalu berorientasi kepada Allah bukan kepada dunia. Secara batin kita suka pada firman Allah dan secara jasmani kita melakukan firman Allah. Hal inilah yang seharusnya menjadi respon kita setelah kita dibangkitkan bersama dengan Kristus.
2.      Evaluasi Diri
Kita lihat realita hidup kita masing-masing. Apakah hal demikian yang terjadi?
Satu sisi secara batin kita punya kerinduan mencari hal-hal tentang Sorga seperti tekun beribadah, berdoa, membaca dan merenungkan kita suci, melayani di gereja, dan lain-lain. Namun setelah kita jalani itu semua, apakah kita pernah mengevaluasi bagaimana kehidupan batin kita? Apakah maju atau mundur atau stagnan? Apakah kehidupan batin kita penuh gelisah, bersalah, dan berdosa? Atau kita merasa baik-baik saja? Berapa banyak aktivis gereja, majelis, bahkan hamba Tuhan merasa kering dan akhirnya jatuh pada perbuatan dosa yang mendatangkan murka Allah. Berapa banyak di antara kita yang masih hidup dalam dosa yang sama dari dulu tidak pernah berubah. Kita hidup seperti dalam dua realita yang tidak sinkron. Satu sisi kita telah mengakui memiliki hidup baru dan menjalani hidup sebagai orang Kristen, namun sisi lain kita hidup dengan perbuatan jasmani yang mendatangkan murka Allah dan bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan.
 III.            Aplikasi
Saudara-saudara, bagaimana memikirkan dan mencari hal-hal yang di atas? Biasanya kita berpandangan sempit. Kita hanya berorientasi pada hal-hal rohani yang ada di dalam Alkitab. Tidak boleh ini dan itu karena itu adalah firman Allah. Kita hanya sibuk menasihati dan menghakimi orang lain termasuk anak kita, saudara kita, bahkan diri kita sendiri. Kita tidak mengerti bagaimana sebetulnya menjalankan firman Allah yang mendatangkan kesenangan bagi Allah. Kita lupa bagaimana kondisi jiwa kita sebetulnya. Memang betul, roh dan jiwa kita telah lahir baru, namun bukan berarti struktur jiwa kita berubah 180 derajat. Struktur jiwa kita masih dikontrol oleh pikiran bawah sadar kita. Kita lupa bagaimana jiwa kita itu bekerja ketika di lingkungan sosial, kerja, gereja, rumah, dan di saat sendirian. Apakah nilai-nilai yang telah kita pelajari di dalam firman Allah itu efektif bekerja di dalam jiwa kita ketika kita sendirian atau bersama dengan orang lain? Pikiran bawah sadar bekerja dan yang menentukan apa yang akan kita perbuat.
Saudara-saudara kita harus memperhatikan 4 hal yang membentuk pikiran bawah sadar kita. Pendidikan, pergaulan sosial, lingkungan kita sehari-hari hidup, dan gaya hidup kita.
·      Pendidikan berarti kita harus menjadi orang yang terdidik. Belajar berbagai disiplin ilmu yang disertai takut dan hormat kepada Allah sebagai sumber ilmu. Sebagai orang tua sudahkah kita mendidik diri kita sendiri menjadi orang tua yang membawa pengaruh kepada anak-anak
·      Pergaulan sosial berarti kita harus cermat membawa diri kita. Dewasa ini, pergaulan sosial begitu rentan. Baik dan jahat begitu tipis. Pergaulan bebas terjadi di mana-mana dan secara langsung ataupun tidak langsung membentuk diri kita. Pergaulan bebas ini bukan hanya berpengaruh kepada anak-anak kita tetapi juga merambah kaum ibu. Kita harus waspada dan tidak terjebak di dalam pergaulan yang tidak sehat.
·      Lingkungan kita berada baik di tempat kerja, rumah, sekolah, masyarakat, bahkan gereja juga turut serta membentuk pikiran bawah sadar kita. Bagaimana kita menciptakan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh? Faktor lingkungan memegang peranan penting membentuk siapa diri kita.
·      Gaya hidup adalah pola tingkah laku kita sehari-hari terhadap materi atau kebutuhan hidup. Gaya hidup seperti apa yang sedang kita jalani? Konsumtif, boros, atau sederhana. Seringkali kita tidak menyadari gaya hidup yang boros dan konsumtif sebetulnya membentuk diri kita menjadi pribadi yang egoistik dan ketidakpekaan terhadap orang miskin atau yang membutuhkan.
Apakah kita semua memperhatikan keempat hal di atas? Kita menjadi murid Tuhan sekian puluh tahun pun tidak berguna kalau kita tidak memperbaiki hidup kita di dalam 4 hal tersebut. Seringkali orang Kristen merasa sudah cukup berbuat baik untuk Tuhan dengan beribadah dan melayani Tuhan, namun sebetulnya dia tidak atau belum memikirkan dan melakukan kehendak Allah. Mengapa? Karena diri kita telah terbentuk atau terpola untuk terus menerus melawan Allah dengan melakukan segala perbuatan yang mendatangkan murka Allah (lihat Roma 7). Apakah kita menyadari hal demikian? Kita harus menyadari bahwa pendidikan, pergaulan, lingkungan, dan gaya hidup adalah 4 hal yang membentuk diri kita. Mari kita berbuat secara praktis dengan memakai spirit berjuang dan latihan terus menerus seperti tradisi dari orang-orang yang sungguh-sungguh hidup kudus dan suci. Pertama, mulai mendidik diri kita sesuai firman Allah, jadi pribadi yang educated, perlengkapi ilmu pengetahuan dan pengajaran firman Allah sebanyak mungkin. Selanjutnya, perhatikan pergaulan kita sehari-hari, lingkungan kita berada, dan koreksi gaya hidup kita yang tidak benar. Dengan demikian perlahan-lahan kita akan menjadi pribadi dengan jiwa atau batin yang memikirkan kehendak Allah dan dengan jasmani kita melakukan kehendak Allah.