Friday, August 29, 2014



KHOTBAH MINGGU 31 AGUSTUS 2014
Di GMI Kasih Karunia, Jln. Hang Tuah 2, Medan

Nats Alkitab    : Keluaran 3:1-15
Thema             : “Pangilan  untuk Memerdekakan”
By                   : Rev. T.M. Karo-karo,STh,MA
       I.            Pengantar
Setelah Yusuf meninggal kondisi bangsa Israel di tanah Mesir hidup dalam perbudakan, dicatat dalam Kel. 2:23 : “Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah”. Mereka menderita dan berseru kepada Tuhan. Tuhan mendengarkan seruan mereka dan perduli kepada mereka, maka Tuhan mau bertindak  memerdekakan mereka dari penindasan bangsa Mesir (kel. 2:24-25).  Dalam Kel. 3:7-9-- kita melihat  bagaimana keperdulian Allah bagi bangsa pilihannya tersebut:
·         Allah melihat penderitaan  umatNya
·         Allah mendengar seruan umatNya
·         Allah turun untuk menolong umatNya
·         Allah melihat dosa orang Mesir yang menindas umatNya
Dalam rangka keperdulianNya tersebutlah  maka Allah mulai bertindak  untuk memerdekakan umatNya, tindakan tersebut diawali dengan memanggil hambaNya yang dipakai dalam proses penyelamatan tersebut dialah “Musa”.

    II.            Penjelasan Nats

Perlu diingat bahwa pengutusan/pemanggilan  Musa dalam 3:10 ini berhubungan dengan keinginan Tuhan untuk menolong bangsa Israel (3:7-9). Ini adalah sesuatu yang harus dicamkan pada waktu kita mendapat panggilan Tuhan untuk pelayanan. Tuhan mengutus kita untuk menolong orang lain yang dalam penderitaan. Kalau kita menolak, kita berdosa terhadap orang yang menderita itu.  Sebenarnya  Allah  bisa bekerja sendiri tanpa memakai manusia, tetapi Ia memilih untuk bekerja menggunakan manusia. Jadi pemilihan disini ditentukan oleh Allah.

Selama empat  puluh  tahun di  padang Midian, Musa  seolah-olah  dipisahkan  dengan  persoalan  politik  dan kemasyarakatan  di kerajaan  Mesir.   Sebenarnya Musa sudah mengalami hidup  yang tenang di pengasingan.      Di Midian Musa  hampir  melupakan  penderitaan dan  tangisan bangsanya sendiri.  Ada  perbedaan  antara  doa  ibadat  orang-orang Mesir dan umat Israel  di era  pembangungan  piramida.  Doa dan ibadat orang Mesir merupakan  upacara  dengan  segala kemewahan dan kehebatan  lagu dan pujian  pada  Firaun,  sedangkan  doa  dan  ibadat  umat Israel  diliputi  dengan isak tangis  dan  jeritan  permohonan  pembebasan .  Kebaktian  dan  doa orang-orang Mesir berseru  terciptanya   stabilitas kerajaan  dan status quo.  Doa orang-orang  Mesir berlangsung di Istana, piramid  atau metropolitan , sedangkan doa  rintihan umat  Israel  berlangsung  di lembah  sungai  Nil dan di pinggiran daerah miskin.
Ketika  Allah  melawat  dan  turun  ke  bumi  untuk  melawat umatnya. Allah  turun  di tepi  Sungai  Nil untuk mendengarkan jeritan Israel. Allah bukan bertandang  ke istana dan kuil atau piramida. Tapi Allah blusukan di tengah  penderitan  orang  Israel yang  menjadi  korban  perbudakan.
Di sini  jelas bagi  kita  bahwa  Allah   bukan sekedar Allah yang mengetahui dan mendengar penderitaan umat Israel. Allah adalah Allah yang bertindak untuk membebaskan dan memerdekakan manusia yang ditindas oleh sesamanya.  Allah tidak hanya mendengar dan melihat penderitan manusia dari atas surga.  Allah  adalah Tuhan yang mau turun  untuk melepaskan dan  menuntun.  Allah bukan menjadi  penonton  perbudakan  dan penindasan dari  surga  tapi Allah yang mau turun  ke bumi (bd. Yoh. 3:16)
Pilihan Tuhan sebagai alat untuk menyelamatkan bangsa Israel adala Musa, seorang yang terbuang yang melarikann diri ke tanah Midian.
Dalam Kel. 3:1-4:17  ada empat kali Musa menolok panggilan Allah tersebut, tetapi Tuhan menjawab  seluruh keluhan yang menjadi alas an Musa dalam penolokan tersebut:
1.            Persoalan mengenai ketidaklayakan Musa sama sekali terhadap tugas yang digambarkan.  Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (ayat 11) Tuhan menjawab bahwa Dia berjanji akan menyertai dia terus menerus,  dengan demikian Dia berjanji bahwa budak-budah itu akan dibebaskan dan mereka akan bersama-sama di gunung yang dia berada saat ini (ayat 12).
Musa mengemukakan  halangan tetang ketidaktahuan bangsa itu mengenai sifat-sifat Allah, dan membayangkan dalam hal itu mereka tidak akan mempercayai pesan yang dibawanya.
Jawaban Tuhan (3:14-22).
Allah menyatakan namaNya (3:14-15).
Dalam 3:14 Allah menyatakan diriNya dengan kata-kata ‘Aku adalah Aku’ (‘I am who I am’ atau ‘I will be that I will be’). Istilah ini menunjukkan:
·        sifat Allah yang ada dari diriNya sendiri (self-existent).
·        kekekalan Allah.
·        ketidak-berubahan Allah.
3:14b: ‘Akulah Aku telah mengutus aku kepadamu’.
Dalam 3:15 dikatakan bahwa nama Allah adalah ‘TUHAN’ / ‘LORD’ (= YAHWEH). Bandingkan dengan Kel 6:2 dan Yes 42:8.
2.            Takut Gagal (4:1-17)---tiga mujizat
3.            Ketidak pandaian berbicara (4:1-17)---- Harun sebagai juru bicara

 III.            Aplikasi
1.      Allah Perduli kepada UmatNya
Dalam Yesus Kristus  Allah   tidak  sekedar akan  melakukan  incognito dan blusukan  saja, tetapi Allah  yang menghampakan  diri  ber inkarnasi atau menyatu ragakanu  diri dengan penderitaan manusia.  Di sinilah kita melihat solidaritas  Allah  terhadap  budak Israel.  Solidaritas  Allah  kepada  manusia  yang  tertindas  bukanlah  sesuatu  perasaan sentimental  dan  emosional saja, tetapi  menampakkan  dalam  sebuah   misi  Allah  yang  akan  melakukan  perubahan tatanan nasional ekonomi yang berlaku.  Allah turun ke sungai Nil bukan  untuk  menjaga  status quo atau keseimbangan (harmoni) yang  semu,  tetapi  akan  mengadakan  perubahan   yang  mendasar.  Sudah tentu tindakan Allah untuk turun dan membebaskan umat Israel  akan mengganggu stabilitas  keamanan Firaun.  Allah  lebih  mengutamakan  misi pemerdekaan umat Israel  dari  pada  stabilitas  dan  keamanan  semu yang sedang berlangsung di Mesir.  Misi  pemerdekaan sudah tentu menimbulkan goncangan  dan oposisi dari  Firaun. 

Musa  dipanggil Allah untuk meninggalkan suasana  kehidupan yang  khusuk dan  santai  di padang  Median .  Musa dipanggil oleh Allah  untuk hidup  dalam ‘ketidak-tentraman’.  Musa akan mengalami  diperlakukan    sebagai ‘trouble maker’ oleh  Firaun.  Musa akan menghadapi kekuatan  Firaun yang sangat congkak.
Dalam peristiwa Keluaran  bukan sekedar  pertarungan antara Musa melawan  Firaun. Bukan pula  pertarungan  antara Israel  melawan Mesir. Tidak. Di Sungai  Nil dan  kota  kota  Mesir  terjadi  pertarungan  antara  Allah  kehidupan   melawan allah kematian. Antara  Allah pendukung  pemerdekaan setiap  budak  dan  allah  pelestari sistim  ekonomi perbudakan.  
Kasih  Allah  kepada  umat Israel  adalah  kasih yang  memerdekakan.  Kasih  yang  memerdekakan  ini akan menuntut penyangkalan serta pengorbanan diri  dari setiap  orang   yang  dipanggil untuk  memerdekakan  umat Allah. .    Yesus Kristus juga sebagai  gambar  manusia yang menyatakan kasih yang memerdekakan  kepada manusia,  Yesus Kristus telah turun juga ke dunia untuk hidup bersama rakyat demi memerdekakan manusia.  Demi misi pemerdekaan manusia  ,  Musa tidak segan-segan mengorbankan eksistensinya sebagai bangsawan  istana  di Mesir  dan   kehidupan  nyaman  di Midian. Dengan melakukan  misi  Allah,   Musa  hidup  dalam  perjuangan  sebuah  perjalanan  yang  berpengharapan . Di dalam Yesus Kristus,  kepada  kita juga diajarkan bahwa dalam rangka misi penebusan dan pendamaian umat manusia,  Ia telah menghampakan diri dan berada di tengah-tengah umat manusia,  Yesus Kristus bersedia kehilangan eksistensi dan kesetaraanNya sebagai Anak Allah  dan mau  turun  ke bumi  menjadi  manusia  hina.  Demi  misi  Allah, Yesus  Kristus bersedia    dituduh sebagai ‘orang durhaka’ (atau pemberontak) disalibkan bersama-sama  pencuri  di Golgota.  Kasih Allah adalah kasih yang memerdekakan  manusia  dari  segala  belenggu atau penindasan manusia dan dosa.  Hanya  apabila ada  kemerdekaan yang sejati di situlah ada pendamaian yang sejati.  Hanya  jika ada keadilan sejati, di situlah akan ada perdamaian  yang sejati.

2.      Jangan menolak panggilan Tuhan sekalipun itu tidak menyenangkan saudara! Apapun alasan saudara. Apapun dan siapapun tidak akan bisa menggoyahkan panggilan Allah.



Saturday, August 23, 2014


RINGKASAN KHOTBAH MINGGU 24 AGUSTUS 2014
DI GMI SAMPURAN, PULAU SIBANDANG

Nats Alkitab  : Matius 16:13-20
Thema              : Pengenalan kita kepada Tuhan akan berkembang sesuai dengan pergaulan kita denganNya.
Oleh                : Pdt. T.M. Karo-karo, STh,MA

       I.            Penjelasan Nats
Matius 16:13-20 mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus bertanya kepada murid-muridNya tentang pendapat orang mengenai siapa diriNya. Hasilnya? Pengenalan orang-orang tentang Yesus keliru! Ada yang mengatakan Yesus adalah Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi. Yesus lalu bertanya kepada murid-muridNya tentang pendapat mereka sendiri:“Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”. Perkataan ini ditujukan kepada seluruh murid “katamu” berbentuk jamak lebih berarti : kata kalian. Atas pertanyaan ini Petrus, yang bertindak sebagai juru bicara mereka menjawab: “Engkau adalah Mesias!”Jawaban ini mendapat tanggapan dari Tuhan Yesus dengan perkataan, ”Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya”. Apa arti ucapan Yesus ini?
Ada penafsir yang memahami bahwa ucapan ini hendak mengatakan bahwa gereja akan didirikan di atas ‘petra’ (batu karang), maksudnya di atas pribadi Petrus. Namun sesunggguhnya, jika kita melihat teks asli serta konteksnya, maka akan kita temukan bahwa maksud sesungguhnya dari ucapan Yesus ini hendak menegaskan bahwa Tuhan Yesus akan mendirikan jemaatNya di atas pengakuan Petrus, bukan di atas pribadi Petrus. Gereja akan dibangun di atas pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias! Hal ini juga ditegaskan dalam 1 Korintus 3:11, “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”. Dengan kata lain, gereja adalah kumpulan orang yang percaya dan mengaku bahwa Yesus adalah Mesias. Dan dimana ‘Tuhan Yesus diakui sebagai Sang Mesias, Anak Allah yang hidup’, di sana berdiri GerejaNya. Selama Gereja memelihara pengakuan ini, maka pintu-pintu gerbang penjara Hades, yaitu alam maut, tidak akan pernah akan memerangkapnya.

   II.            Aplikasi
1.      Pengenalan  kepada  Yesus berbeda-beda/cara pandang pada gereja juga  berbeda-beda.
·        Ketika orang melihat “gereja” cara pandang mereka berbeda-beda sesuai dengan pemahaman dan pengenalan mereka kepada Yesus Kristus. Mereka akan mengatakan bahwa gereja adalah : organisasi social, sekedar tempat bersekutu (STM), suatu tempat untuk menyalurkan bakat, tempat untuk menampilkan diri bahkan tempat untuk mendapatkan keuntungan.
·        Pengenalan kita pada Tuhan akan berkembang sesuai dengan pergaulan kita dengan Dia. Semakin sering kita bergaul dengan Dia maka kita akan semakin mengenal dia dengan benar. Seseorang yang baru disembuhkan dari sakit penyakit oleh karena kuasa doa maka dia mengenal Tuhan sebagai seorang Tabib. Jika dia tidak terus bergaul dengan Tuhan maka pengenalannya pada Tuhan tidak akan berkembang dan hanya sampai di situ saja.
·        Jika kita mau kita mengenal (ginosko/yada) Tuhan dengan benar dan lebih baik, lebih dalam lagi mari kita bergaul dengan dia melalui:
-          Firmannya
-          Doa
Mrnjadikan Dia sahabat di dalam seluruh eksistensi hidup kita.
2.      Mengenal Tuhan itu dengan pengalaman pribadi, bukan dengan apa yang dikatakan orang.
“menurut kamu sendiri” siapakah Aku---tidak perlu lagi apa yang dikatakan orang tetapi menurut diri sendiri. Mungkin saja “kata orang” bisa saja mempengaruhi pengenalan kita, tetapi dengan pergaulan langsung  akan meluruskan pengenalan kita kepada Tuhan. Sehingga iman kita tidak ikut-ikutan
3.      Yesus mendirikan Gerejanya di atas Batu karang yang teguh
Dengan jawaban itu Yesus berkata ”Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya”. Apa arti ucapan Yesus ini?
Jika kita melihat teks asli serta konteksnya, maka akan kita temukan bahwa maksud sesungguhnya dari ucapan Yesus ini hendak menegaskan bahwa Tuhan Yesus akan mendirikan jemaatNya di atas pengakuan Petrus, bukan di atas pribadi Petrus. Gereja akan dibangun di atas pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias! Hal ini juga ditegaskan dalam 1 Korintus 3:11, “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”. Dengan kata lain, gereja adalah kumpulan orang yang percaya dan mengaku bahwa Yesus adalah Mesias. Dan dimana ‘Tuhan Yesus diakui sebagai Sang Mesias, Anak Allah yang hidup’, di sana berdiri GerejaNya. Selama Gereja memelihara pengakuan ini, maka pintu-pintu gerbang penjara Hades, yaitu alam maut, tidak akan pernah akan memerangkapnya.





Thursday, August 21, 2014

BAHAN SERMON LS, CLS, MAJELIS GMI  KASIH KARUNIA
JUMAAT 22 AGUSTUS 2014
                                       


Nats Alkitab : Roma 12:9-21
Thema            : Hidup di dalam kasih
Oleh                : Pdt. T.M. Karo-karo, STh,MA
(bisa dibaca di: gmikasihkarunia.blogspot.com)

        I.            Pendahuluan
Dalam Pasal 12:1-8, kita diajar paling tidak dalam tiga hal, pertama bagaimana orang Kristen mengadakan ibadah yang sesungguhnya kepada Allah (ayat 1), kedua: sebagai umat yang percaya kepada Tuhan Yesus kehadirannya di tengah-tengah komunitas hidupnya harus berani  tampil beda (ayat 2); dan yang ketiga: bahwa umat Tuhan di dalam hidupnya dan di tengah pelayanannya harus memiliki kerendahan hati.
Roma 12:9-21 adalah kelanjutan dari perikop di atas, dimana Paulus mengemukakan apa-apa saja yang “harus dilakukan” dan apa-apa saja yang “harus dihindari” dari hidup dan bahkan persekutuan orang-orang Kristen.

   II.            Exegese dan Aplikasi
Kalau kita daftarkan nasihat-nasihat Paulus dalam perikop ini, maka pada hakekatnya dapat dibagi menjadi dua bagian, bagian yang pertama perintah larangan: janganlah, jauhi, dll (dalam bahasa etika disebut hukum negative), seperti: jangan pura-pura, jauhi yang jahat lakukanlah yang baik (ayat 9), janganlah hendaknya kerajinanmu kendor….(11a), jangan membalas kejahatan dengan kejahatan (ayat 17), jangan….dll

Bagian yang kedua adalah hukum yang sifatnya untuk dilakukan (sering disebut hukum positip), seperti: lakukanlah yang baik (ayat 9c), saling mengasihi, saling mendahului memberi hormat (ayat 1), bersukacitalah dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, bertekunlah dalam doa (ayat 12), bantulah…., berilah tumpangan, berkatilah yang menganiaya kamu, berkatilah yang mengutuk (ayat 14), bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, menangislah dengan orang yang menangis (ayat 15), hendaklah sehati sepikir, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang, dll.

Sangat tepat dengan judul yang ada dalam Alkitab kita “nasihat untuk hidup di dalam kasih”, kasih adalah benar-benar azas yang dasariah dalam hidup Kristen, Kasih jauh melebihi emosi, jauh lebih kuat dari perasaan yang paling halus. Kasih (agape) adalah sifat dasar “kemurahan Allah” dalam menyelamatkan dunia.

1.      Kasih yang murni, bukan pura-pura, pasti bekerja dengan rupa-rupa cara; kasih pasti menimbulkan rasa kebencian  pada kejahatan, dan kehausan akan yang baik. Kasih mendorong untuk saling mengasihi, saling mendahului dalam memberi hormat, mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri terlebih-lebih dalam komunitas Kristen dimana kamu hadir. Artina kasih yang melayani, kasih yang aktif. (ayat 9-10)
2.      Kalau kasih berkuasa maka semangat tidak akan kendor, dan pelayanan kepada Tuhan akan semakin  baik. Kerajinan yang disebabkan kasih akan membawa akibat yang positif bagi persekutuan jemaat. Kerajian yang disebabkan motivasi dunia akan membawa pengaruh yang tidak baik bagi diri sendiri dan persekutuan (ayat 11-13).
3.      Petunjuk-petunjuk lain dalam etika Kristen.
Kita sebagai orang percaya hidup bukan sendiri di dunia ini, tapi kita berdampingan dengan orang-orang yang berkepercayaan yang lain dengan kita. Dalam sentuhan itu, kita harus menunjukkan bahwa kita hidup di dalam kasih, dan tetap mempertahankan iman dan kepercayaan kita. Kita harus tetap tanggap akan lingkungan social kita dengan memancarkan terang kasih kita kepadanya (ayat 12-21)

Jika kita perhatikan perintah-perintah dalam perikop ini lebih banyak menuju kepada peran aktif yang harus kita lakukan dari pada larangan-larangan.
 Oleh sebab itu perlu kita sadari bahwa melakukan “ hidup di dalam kasih”  tidak hanya patuh pada larangan-larangan Tuhan (janganlah…..) tetapi juga  harus aktif melaksanakan perintah positif yang diperintahkan oleh Tuhan. Jangan hanya terfokus pada “Jangan…..tetapi juga harus focus pada “aktif”.



III.            Kesimpulan
Jangan hanya focus pada larangan-larangan, tetapi kita juga harus aktif pada perintah positif yang diperintahkan oleh Tuhan. Hendaklah “kasih” mewarnai seluruh hidup orang percaya; dalam berpikir, bertindak, hidup dalam keluarga, hidup di dalam persekutuan, dan juga hidup di dalam berdampingan dengan orang-orang yang berlainan kepercayaan dengan kita. Tuhan Yesus memberkati.



Kepustakaan

Davidson F dan Ralph P. Martin, “Tafsiran Roma” dalam Tafsiran Alkitab Masakini, Yayasan   Komunikasi Binakasih/OMF, Jakarta 1999







Saturday, August 16, 2014

KHOTBAH MINGGU 17 AGUSTUS 2014
GMI KASIH KARUNIA, JALAN HANG TUAH 2 MEDAN


Nats Alkitab    : Kejadian 45:1-15
Epstel              : Roma 11:1-2a, 29-32
Responsoria    : Mzm 133:1-3
Thema             : Rekonsiliasi melalui pengampunan
Oleh                : Pdt. T.M. Karo-karo, STh,MA

       I.            Pendahuluan
Kisah Yusuf dengan saudara-saudaranyea adalah suatu rentetan kisah yang cukup menarik dan sangat dinamis. Kisah itu diawali dengan kebencian/irihati dari dari saudara-saudaranya  oleh karena dia menerima perlakuan istimewa dari orangtua mereka (Kej. 37), sehingga saudara-saudara mereka  dengan kekejaman dan tipu daya menjual Yusuf ke Mesir.
Di negeri Mesir, walau hanya sebagai seorang budak Yusuf bisa menunjukkan integritas moral dan iman (dengan isteri Potifar) walaupun akibatnya dia harus mendekap di dalam penjara. Melalui  penjaralah akses Yusuf jalan untuk menjadi orang nomor dua di Mesir, ditetapkan sebagai pemimpin untuk menghadapi  7 tahun kelaparan  di negeri itu, dan tentu saja akibatnya sampai ke Kanaan sebagai tempat tinggal orang tua Yusuf.
Melalui masa kelaparan itu Yusuf bisa  kembali  bertemu dengan saudara-saudaranya yang datang mencari makanan  ketika  disuruh oleh ayah mereka Yakub.
Peristiwa Pertemuan itulah yang diceritakan secara dramatis dalam Kejadian pasal 43-45  ini, termasuk bagian khotbah ini.

    II.            Exegese Nats dan Aplikasi
Ada beberapa hal yang perlu kita pelajari sebagai  dalam pertemuan antara Yusuf dengan saudara-saudaranya tersebut. Kita mengetahui sebagai manusia Yusuf sangat menderita akibat ulah dari saudara2 nya tersebut, tetapi ia melihat penderitaan itu sebagai rencana Allah untuk mendatangkan berkat.  
1.      Yusuf focus pada Allah, bukan pada masalah
Yang sering terjadi dalam kehidupan manusia adalah dendam dan berusaha membalas segala tidakan yang pernah orang lain lakukan dimana ada kesempatan. Mengampuni orang yang pernah menyakiti memang tidaklah mudah. Namun ada sesuatu yang berbeda dalam kisah Yusuf. Yang terjadi justru peristiwa yang sangat mengharukan. Yusuf menangis dan memeluk saudara-saudaranya. Yusuf meyakinkan saudara-saudaranya, "Janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu" (ay. 5).

Kenapa hal demikian dapat ia lakukan? Inilah jawabannya! Yusuf dapat melihat peristiwa masa lalu sebagai campur tangan Allah! Karena itu ia tidak marah atau dendam atas perbuatan jahat saudara-saudaranya itu di masa yang lalu. Ia tidak terfokus pada peristiwa pahit yang pernah dialaminya, tetapi melihat sesutu yang lain, sesuatu yang indah yang dikerjakan Allah. Allah mengubah segala keadaan perjalanan hidup yang pahit, menjadi rancangan damai sejahtera. Allah memakai Yusuf untuk memelihara kelangsungan hidup garis keturunan Kristus.  Peristiwa itu tidak terjadi dalam satu hari, tetapi memakan waktu bertahun-tahun. Itulah proses yang Allah lakukan bagi umat percaya.

Saudara, kisah Yusuf ini merupakan suatu penghiburan yang besar tatkala kita merasa sangat menderita. Kita diajak untuk belajar dari satu perkara penting, bahwa dibalik itu semua rencana Allah sungguh indah. Melalui kebenaran firman Tuhan ini menyiratkan satu pemahaman yang mendalam, seperti yang diungkapkan oleh Yusuf sendiri bahwa Allah mengutusnya untuk mendahului mereka.  Jika Allah memberi Anda suatu permulaan yang sulit janganlah terfokus pada masalah, tetapi bersandar dan mintalah kekuatan dari-Nya untuk dapat melewati hal itu.

Dalam kehidupan sebagai orang beriman, mungkin kita seringkali mengalami peristiwa-peristiwa yang menyakitkan. Dikhianati, difitnah, dijatuhkan, dan aneka bentuk peristiwa menyakitkan lainnya. Dalam proses itu, jika kita tetap setia dalam keyakinan iman dan percaya bahwa Allah menyertai kita, maka hidup kita pun akan berakhir dengan kemenangan dan sukacita. Berhentilah untuk menyesali diri atas peristiwa yang mungkin sedang kita alami kini. Berhentilah memelihara dendam berkepanjangan yang sebenarnya hanya menambah susah. Berhentilah dari hanya terfokus terhadap masalah pahit yang menjepit. Tapi percayalah bahwa Allah juga mengasihi kita, walau apa yang Allah lakukan terkadang tampaknya mustahil untuk dimengerti (bdk.Mzm. 105). Kita harus memusatkan pikiran kepada Allah, bukan kepada masalah. Kita harus berkonsentrasi pada apa yang sedang dan akan Ia lakukan, yaitu rancangan berkat dan damai sejahtera bagi kita.
2.      Rokonsiliasi dan Hidup Rukun
Apakah kita rukun dengan orang yang ada di sekitar kita ?  Jawabannya adalah: jangankan dengan “orang lain” dengan saudara sendiri pun ada yang tak hidup rukun. Persoalan yang paling mungkin terjadi adalah dengan orang yang paling dekat dengan kita, isteri, suami, saudara dan lain-lain. Oleh sebab itu ketika ada persoalan perlu ada rekosiliasi (perbaikan hubungan) dan saudara kembarnya adalah pengampunan.
Ada sebuah pertikaian antara desa ke desa (desa A dengan B), kedua desa ini berbatasan dipisahkan oleh sebuah sungai (namanya sungai sebangkau). Sungai ini adalah pemersatu antara kedua desa itu karena sama-sama hidup dari air sungai itu. Persolan muncul ketika desa A menamai desanya sesuai dengan nama sungai itu, sehingga desa B tidak setuju. Sehingga kedua desa ini terjadi perang, banyak korban jiwa dan kerugian lainnya. Setelah lama berperang mereka sadar, dan mereka mau duduk  bersama dan menyelesaikan permalsahan itu. Dan akhirnya dibuat kesepakatan bahwa kedua desa itu boleh memakai nama sungai itu. Yang satu bernama Sebangkau A dan yang satu lagi Sebangkau B. Sejah saat itu terjadilah pemulihan dan perdamaian antara dua desa tersebut seperti keadaan semula. Itulah Rekonsiliasi : sebuah tindakan memulihkan hubungan atau perdamaian antara dua pihak yang pernah bertikai, secara sadar dan tulus agar hubungan kembali pada keadaan semula. Itulah yang dilakukan Yusuf dengan senjatanya yang dahsyat yaitu: Pengampunan. Pengampunan adalah penerimaan terhadap sikap seseorang yang melukai kita tanpa melihat mau tidaknya si pembuat luka memperbaiki sikapnya. Maukah kita melakukannya?

 III.            Kesimpulan

Mari kita fokuskan mata kita kepada rencana Allah dalam hidup kita, dan janganlah focus kepada permasalahan karena Allah mempunyai rancakan yang indah bagi orang-orang percaya. Mari kita mengadakan rekonsiliasi dengan orang-orang yang dekat dengan kita melalui senjata yang ampuh yaitu: pengampunan. 

Friday, August 15, 2014

BAHAN SERMON LS, CLS, MAJELIS GMI  KASIH KARUNIA
JUMAAT 15 AGUSTUS 2014
                                       

Nats Alkitab    : Roma 12:1-8
Thema             : Hidup oleh Kemurahan Allah
Oleh                : Pdt. T.M. Karo-karo, STh,MA
(bisa dibaca di: gmikasihkarunia.blogspot.com)

       I.            Pendahuluan
Pasal 12 merupakan bagian aplikasi  surat Roma, setelah sebelumnya Paulus secara panjang lebar membahas tentang keselamatan dan mengakhirinya dengan sebuah doxology (bd. 11:33-36). Dalam Pasal 12:1-8 Paulus membahas tentang dua macam pelayanan orang Kristen, yaitu pelayanan pribadi kepada Tuhan (ayat 1-2) dan pelayanan komunal dalam konteks gereja (ayat 3-8). 

    II.            Exegese dan Aplikasi

Kata “karena itu” dalam ayat 1 menunjukan adanya hubungan yang erat antara pasal 12 dengan ayat-ayat sebelumnya. Dan perkataan “demi kemurahan Allah”  mempunyai arti: kemurahan, belas kasihan, kasih sayang. Yang dapat diartikan: belas kasihan yang diberikan kepada seseorang yang sedang dalam kesulitan atau kesusahan.
Orang percaya adalah orang yang telah menerima belas kasihan Allah, dari yang tidak layak menjadi layak, dari yang seharusnya binasa menjadi selamat, itu adalah kemurahan Allah. Dan inilah dasar kita  untuk melayani, beribadah dan bersyukur kepadaNya.
Ada tiga sikap yang harus dimiliki orang percaya sebagai orang yang hidup dalam kemurahan Allah:

1.   Memiliki Ibadah yang sejati (ayat 1)
Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh sebagai persembahan kepada Allah dengan memperhatikan  tiga aspek yaitu, hidup, kudus dan berkenan kepada Allah.
·         Mempersembahkan (parastesai) berarti; menyediakan, membawa dan mempersembahkan.
·         Hidup (zaw): tidak mati, dapat bergerak dan bertindak, aktif dengan penuh kekuatan.
·         Kudus (agios): suci secara fisik, suci moral dan rohani
·         Berkenan (eu arestos) : menyenangkan, dapat diterima, baik
Bila hasil menyenangkan berarti motivasinya benar.
Ketiga unsur ini harus berjalan secara bersamaan, keaktifan kita beribadah atau melayani Tuhan harus dibarengi dengan kekudusan hidup. Dan ketika kita mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan motivasi kita adalah menyenangkan Tuhan  bukan menyenangkan diri kita.

2.   Berani berbeda dengan dunia (ayat 2)
Janganlah kamu serupa dengan dunia (ayat 2), serupa: sama, tidak bisa dibedakan; dunia: mengacu kepada segala hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Dunia identik dengan kegelapan, sedangkan orang percaya adalah terang. Bila kehidupan kita tidak bisa dibedakan dengan dunia, bagaimana hasilnya? Maka Paulus menasehati: berubahlah oleh pembaharuan budimu. Yang bebarti: pembaruan pikiran, pengertian, akal dan perasaan. Sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah---menguji atau melihat apakah sesuatu asli atau palsu.

3.   Memiliki kerendahan hati (ayat 3-8)
Dalam BIS : 12:3 Allah sudah memberi anugerah kepada saya. Itu sebabnya saya menasihati Saudara-saudara semuanya: Janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hendaknya kalian menilai keadaan dirimu dengan rendah hati; masing-masing menilai dirinya menurut kemampuan yang diberikan Allah kepadanya oleh karena ia percaya kepada Yesus----berpikir menganggap lebih tinggi dari pada sepantasnya. Intinya kerendahan hati, Paulus memberikan  alasan mengapa orang percaya harus memiliki kerendahan hati:
·         Karena kita adalah satu tubuh di dalam Kristus, berarti satu pemilik, satu tujuan, yaitu mempermuliakan Allah.
·         Kita mempunyai tugas yang berbeda antara satu dengan yang lain, tetapi satu tujuan untuk mempermuliakan Allah.
Jangan menjadi sombong dan menganggap lebih baik dari pada yang lain, tetapi milikilah kerendahan hati sebab kita sudah menerima kemurahan Allah.

 III.            Kesimpulan
Orang percaya adalah orang yang hidup dalam kemurahan Allah, karena itu harus memiliki sikap, yaitu memiliki ibadah yang sejati, berani tampil beda dengan dunia dan memiliki kerendahan hati.


Kepustakaan

Davidson F dan Ralph P. Martin, “Tafsiran Roma” dalam Tafsiran Alkitab Masakini, Yayasan   Komunikasi Binakasih/OMF, Jakarta 1999
Imanzanwordpress.com, Hidup oleh Kemurahan Allah.